GERBANGREPUBLIK.COM – (Lampung Tengah). Peringatan hari ulang tahun (HUT) Lampung Tengah ke-71 melahirkan sejarah bagi masyarakat Lampung Tengah. Dari perhelatan Gawi Agung Bejuluk Beadek, Rabu, 19/7/2017, kebudayaan Lampung dari 9 kebuayan Jurai Siwo yang selama ini seolah tenggelam akhirnya berhasil dikenalkan secara luas ke masyarakat.
Sebagai upaya pelestarian budaya Lampung, Bupati Lampung Tengah DR. Ir. Mustafa bakal menjadikan Gawi Agung sebagai even tahunan. Usai menerima gelar adat, Mustafa meminta kepada 311 tokoh masyarakat yang telah diberi gelar adat agar dapat melestarikan budaya Lampung secara luas.
“Selama ini masih banyak masyarakat yang belum mengenal adat istiadat dan kebudayaan Lampung. Kini saatnya, kita tunjukan bahwa kita punya kebudayaan yang patut kita banggakan dan harus kita lestarikan,” ujar Mustafa.
Diikuti ribuan masyarakat dari berbagai elemen, Gawi Agung Bejuluk Beadek berlangsung lancar dan meriah. Acara dibuka oleh tarian kolosal Tali Kiang Anak Tuha oleh pelajar-pelajar Lampung Tengah. Tarian ini menceritakan perjalanan masyarakat Lampung di Lampung Tengah.
Usai pertunjukan tari kolosal, Bupati Lampung Tengah DR. Ir. Mustafa, Wakil Bupati Loekman Djojosoemarto berserta 311 tokoh masyarakat penerima gelar adat diarak dari lapangan Merdeka menuju Gedung Sesat Agung Nuwo Balak lalu dilanjutkan ke Villa Nuwo Tukho Nurdin.
Arak-arak dilakukan dari sembilan kebuayan yakni Nunyai, Unyie, Subing, Nuban, Beliuk, Selagai, Anak Tuha, Nyerupo dan Pubian. Di Villa Nurdin dilakukan prosesi tari penganggik wajib dari 9 marga atau dikenal dengan tari siang, yakni tarian antara laki dan perempuan berpasangan dari 9 kebuayan yang ada.
Usai itu dilanjutkan dengan besekhak beasah, lalu dinaikkan ke kelunjuk untuk melakukan besekhak baru dilakukan beasah atau pangor. Ini menunjukkan bahwa mereka sudah dewasa.
“Usai itu mereka diberi juluk atau nama panggilan anak penyimbang untuk anak laki-laki. Usai juluk dilanjutkan dengan temu dilunjuk dan turun mandi,” terang ketua panitia penyelenggara kegiatan, Muhtaridi Putra Negara.
Muhtaridi melanjutkan, dalam prosesi itu, laki-laki naik lunjuk berpasangan kemudian mereka dinaikkan diatas kepala kerbau dan disiram air. Dilanjutkan musek (suap) terakhir dari saudara dan orang tua, setelahnya baru pemberian adok (nama) untuk perempuan.
Acara dilanjutkan dengan turun mandi atau bersih, dimana laki-laki memegang payan (nampan) dan ambil wudhu untuk bersih-bersih. Lalu disambung dengan kegiatan yang menjadi ciri khas adat Lampung, yaitu unduh buah pinang. Ini menyimbolkan sudah berakhirnya masa lajang.
“Usai turun mandi mereka diarak lagi ke nuwo dengan naik jepano. Kemudian mempersiapkan diri menggunakan kawai balak, kepiah balak dan punduk. Sampai Nuwo dilanjutkan dengan naik dipano berpasangan dan nari ramik, serta nari tuho/tari munggah bumie,” paparnya.
Acara Gawi Agung ditutup di Sesat Agung Nuwo Balak dengan pemberian adok kepada 311 tokoh masyarakat. Mereka diberi adok suttan yang disesuaikan dengan kebuaian untuk menjadi suttan di wilayahnya masing-masing.
Mustafa Dianugerahi Gelar Suttan Jurai Siwo Mergo
Tak hanya 311 tokoh masyarakat, Bupati Lampung Tengah DR. Ir. Mustafa juga mendapatkan gelar baru dari perhelatan Gawi Agung Bejuluk Beadek. Dari gelar adat sebelumnya yakni Suttan Turunan Aji, kini menjadi Suttan Jurai Siwo Mergo.
Muhtaridi Putra Negara yang juga tetua adat Lampung Pepaddun ini mengatakan, pemberian gelar Suttan Jurai Siwo Mergo kepada Bupati Mustafa sebagai bentuk penghargaan atau apresiasi dari 9 kebuayan Jurai Siwo.
“Gelar adat Suttan Jurai Siwo Mergo berarti bahwa beliau (Mustafa-red) adalah penguasa atau raja dari sembilan kebuayan Jurai Siwo di Lampung Tengah. Ini diberikan sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan dari sembilan kebuayan kepada beliau,” jelasnya.
Atas penghormatan tersebut, Bupati Mustafa mengucapkan terima kasih kepada 9 kebuayan Jurai Siwo dan tokoh masyarakat melestarikan kebudayaan Lampung.
“Tidak peduli latar belakang suku yang dibawa, diberikannya gelar adat kepada 311 kepada tokoh masyarakat berarti bahwa semua telah menjadi bagian dari keluarga Lampung. Saya minta semuanya melestarikan budaya kita secara luas. Kita kenalkan adat istiadat kita ke nasional bahkan internasional,” tandasnya.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mempunyai tanggung jawab dan semangat yang sama untuk mewujudkan Lampung Tengah dari berbagai aspek termasuk dari aspek kebudayaan.
“Kita tinggal di Lampung, lahir dan mencari penghidupan disini. Sudah selayaknya kita bangga dengan apa yang kita miliki. Masih banyak masyarakat diluaran sana tidak mengenal kebudayaan kita, sejarah, makanan khasnya, maupun adat istiadatnya. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama, mari kita kenalkan Lampung secara luas,” ujar bupati.
Tokoh Masyarakat Apresiasi Gawi Agung Bejuluk Beadek
Pertama kalinya digelar, perhelatan Gawi Agung Bejuluk Beadek menjadi sejarah tersendiri bagi masyarakat Lampung Tengah. Mengangkat adat istiadat Dan kebudayaan asli Lampung, Gawi Agung Bejuluk Beadek mendapatkan apresiasi dari para tokoh masyarakat.
Seperti yang diungkapkan Ketua DPRD Lampung Tengah H. Djunaidi yang mendapatkan gelar Suttan Ketua Dewan Amangkurat. Menurutnya Gawi Agung Bejuluk Beadek adalah acara yang luar biasa. Dia meyakini perhelatan adat istiadat bisa menjadi alat pemersatu bangsa.
“Luar biasa sekali, ini pertama kalinya di Lampung Tengah. Meski saya bersuku Jawa, tetapi saya dibesarkan di Lampung dan telah menjadi bagian dari Lampung. Dengan adanya pemberian gelar adat, tentunya semakin menumbuhkan rasa memiliki, bahwa saya bagian dari keluarga Lampung,” katanya.
Djunaidi menambahkan, kebudayaan dan adat istiadat juga menjadi identitas bangsa Indonesia yang kuat. Keberagaman yang ada menjadi kekuatan tersendiri bagi bangsa ini. “Karenanya saya harap kegiatan seperti bisa terus dilestarikan. Melalui momen ini, kita bisa meminimalisir perbedaan. Sebaliknya, kita menjadi bangga dengan kekayaan budaya yang kita miliki,” imbuh dia.
Senada disampaikan Kapolres Lampung Tengah AKBP Purwanto Puji Suttan yang menerima gelar adat Suttan Cakra Buana. Ia mengaku bangga telah menerima gelar adat dari kesuttanan adat Jurai Siwo.
“Ini artinya saya telah menjadi salah satu keluarga masyarakat Lampung. Tentunya bangga sekali. Kebudayaan seperti ini harus kita lestarikan. Saya apresiaisi sekali kepada bupati Mustafa yang telah menggagas acara ini. Semoga bisa berkelanjutan,” ucap Kapolres.
Apresiasi juga disampaikan oleh Kajari Lampung Tengah Nina Kartini, SH., M. H. Menurutnya Indonesia memiliki keberagaman adat istiadat yang patut dilestarikan. Karenanya ia sangat mendukung gagasan Bupati Mustafa untuk menyelenggarakan Gawi Agung sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya.
“Itu adalah hal baik. Saya sebagai salah satu penerima gelar adat Lampung merasa senang dan bangga. Karena dengan begitu Pemkab Lamteng telah melestarikan dan mengabadikan adat istiadat Lampung,” ujar Nina yang mendapat gelar adat Suttan Nimbang Hukum.
Ia percaya pelestarian budaya dan adat istiadat bisa menjadi penangkal paham radikalisme di Lampung Tengah. Selain itu mencegah segala macam kejahatan dan tindak pidana.
“Adakalanya hukum adat lebih tinggi dari hukum negara. Karena hukum adat mengatur daerah adat itu sendiri. Dan melalui kegiatan ini kita bisa menyatukan seluruh suku di Lampung Tengah ini menjadi satu kesatuan,” pungkasnya.
Suttan Jaya Kesuma IV: Lampung Tengah Beruntung Dipimpin Bupati Mustafa
Hadir dalam acara pemberian adok kepada 311 tokoh masyarakat Lampung Tengah, Rabu malam 19/7/2017, Pejabat Kerajaan Skala Brak Kepaksian Bejalan Diway, Suttan Jaya Kesuma IV mengungkapkan rasa bangganya bisa menyaksikan gelaran Gawi Agung Lampung Tengah.
Ia juga mengucapkan terima kasih atas gelar adat yang diterimanya yakni Suttan Selayar Akbar Puspa Negara. Dia berharap pemberian gelar adat akan meningkatkan persaudaraan masyarakat Lampung dari berbagai kerajaan atau kesuttanan.
“Sebelumnya Pak Bupati Mustafa juga telah diangkat menjadi saudara oleh Kepaksian Bejalan Diway. Dan kini saya hadir menerima gelar adat dari kebuayan Jurai Siwo. Saya harap ini akan semakin meningkatkan kekerabatan yang telah dijalin,” ucap Suttan Jaya Kesuma IV.
Menilik dari sejarah, menurutnya Lampung Barat dan Lampung Tengah memiliki keterikatan yang harus dijaga. “Ada benang merah antara kerajaan di Skala Brak di Lampung Barat dengan 9 kebuayan Jurai Siwo di Lampung Tengah. Untuk itu persaudaraan ini harus terus kita jaga sampai kapanpun,” imbuh dia.
Ia juga mengungkapkan apresiasinya terhadap Bupati Mustafa yang telah menyelenggarakan acara adat yang dapat melibatkan masyarakat dari berbagai elemen.
“Lampung Tengah beruntung memiliki bupati seperti beliau yang mempunyai kepedulian besar terhadap adat istiadatnya. Beliau mau berupaya melestarikan budaya yang dimiliki. Saya apresiasi sekali dan merasa beruntung bisa hadir ditengah-tengah acara Gawi Agung Lampung Tengah,” pungkasnya.(*/rls)